Risiko Kesehatan Sunat Perempuan: Temuan Terbaru

Sunat perempuan adalah praktik yang sering dianggap sebagai bagian dari tradisi atau ajaran tertentu. Namun, di balik aspek budaya ini, terdapat risiko kesehatan yang penting untuk dipahami. Baik dilakukan secara simbolis maupun dengan pemotongan jaringan, sunat perempuan dapat memiliki dampak negatif baik secara fisik maupun mental dalam jangka waktu yang panjang maupun pendek. Mulai dari risiko infeksi hingga komplikasi saat persalinan, sunat perempuan mempengaruhi tidak hanya aspek budaya namun juga hak kesehatan dan keselamatan perempuan.

Menurut data WHO, sunat perempuan dianggap sebagai bentuk pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) terhadap perempuan dan anak. Lebih lanjut, WHO juga menegaskan bahwa Female Genital Mutilation (FGM) atau mutilasi genital perempuan tidak memiliki manfaat kesehatan sama sekali dan justru dapat menimbulkan dampak negatif yang serius. Proses sunat perempuan dapat merusak jaringan genital yang sehat serta mengganggu fungsi alami tubuh. Semakin ekstrem bentuk sunat yang dilakukan, semakin tinggi pula risiko komplikasi kesehatan yang dapat terjadi.

Meskipun demikian, di Indonesia sendiri, praktik sunat perempuan masih umum dilakukan dengan berbagai metode. Data dari UNICEF dan penelitian Komnas Perempuan menunjukkan bahwa masih ada mayoritas anak perempuan yang menjalani sunat dari usia sangat muda. Risiko kesehatan yang dapat timbul akibat sunat perempuan antara lain komplikasi medis, trauma dan gangguan psikologis, gangguan fungsi seksual, serta komplikasi saat persalinan.

Melihat berbagai risiko tersebut, penting untuk memahami bahwa sunat perempuan bukan hanya sekadar tradisi budaya tetapi juga praktik yang dapat membahayakan kesehatan dan kesejahteraan perempuan dalam jangka panjang. Penting untuk terus memberikan edukasi dan informasi yang tepat mengenai dampak negatif dari sunat perempuan demi melindungi hak kesehatan dan keselamatan perempuan dan anak perempuan.