Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) telah melaksanakan Operasi Modifikasi Cuaca (OMC) di Provinsi Riau pada 1-7 Mei. Tujuan dari operasi ini adalah untuk memitigasi potensi kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) di wilayah gambut Riau menjelang musim kemarau. Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, menjelaskan bahwa OMC bertujuan untuk mempercepat turunnya hujan guna membasahi dan menjaga kelembapan lahan gambut. Upaya mitigasi ini dianggap penting karena lahan gambut yang kering memiliki risiko tinggi terbakar dan sulit untuk dipadamkan.
Menurut Dwikorita, tanpa adanya aktivitas pembakaran pun, lahan gambut tetap berpotensi terbakar akibat angin kencang dan gesekan ranting saat musim kemarau. Oleh karena itu, tindakan mitigasi harus dilakukan sebelum api muncul. Saat ini, terdapat 10 kabupaten/kota di Riau yang telah menetapkan status siaga darurat Karhutla karena adanya 144 titik panas (hotspot) dan lahan yang terbakar mencapai 81 hektare.
OMC dilakukan untuk mencegah perluasan kebakaran dengan cara membasahi area gambut secara menyeluruh. Sampai dengan 4 Mei 2025, modifikasi cuaca dilakukan empat sorti penyemaian awan dengan total 3,2 ton bahan semai berupa garam (NaCl). Wilayah target OMC difokuskan pada pesisir timur bagian utara dan selatan Provinsi Riau yang memiliki sejarah kebakaran tinggi. Dwikorita menegaskan pentingnya mengisi kembali kubah air dalam tanah gambut untuk mencegah kekeringan dan kebakaran saat musim kemarau.
Berdasarkan sistem peringatan dini BMKG, musim kemarau di Indonesia dan Riau sudah dimulai sejak April dan diperkirakan akan mencapai puncak antara Juni hingga Agustus 2025. Provinsi Riau sendiri mengalami dua kali musim kemarau dalam setahun, meningkatkan risiko Karhutla dibandingkan wilayah lain. Oleh karena itu, OMC diharapkan dapat menjaga kelembapan gambut dan mencegah kebakaran sebelum musim kemarau mencapai puncaknya.
Deputi Bidang Modifikasi Cuaca BMKG, Tri Handoko Seto, menyebut bahwa paradigma OMC telah berubah menjadi langkah mitigasi dan pencegahan dini sejak 2015. Strategi ini terbukti efektif dengan menurunnya jumlah hotspot nasional dari 8.168 titik pada 2019 menjadi hanya 499 titik pada 2023, serta luas lahan terbakar yang turun drastis. Operasi di Riau melibatkan berbagai stakeholder dan menggunakan pesawat khusus untuk penyemaian awan.