Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) mengatakan bahwa penindakan kasus deepfake di era perkembangan kecerdasan buatan (AI) masih mengacu pada Undang-Undang Pornografi dan UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Alexander Sabar dari Komdigi menyatakan bahwa hingga saat ini, payung hukum terkait teknologi AI masih dalam proses pembahasan, sehingga deepfake yang merupakan penyalahgunaan teknologi AI akan ditindak menggunakan UU Pornografi dan ITE.
Menurut Alexander, meskipun belum ada aturan khusus AI, kasus deepfake tetap dapat ditangani dengan mengacu pada aturan yang sudah ada. Aturan hukum yang telah ada seperti UU Pornografi dan UU ITE bisa digunakan untuk menangani isu deepfake terutama yang terkait dengan pornografi. Dalam konteks kejahatan siber, deepfake disebut sebagai alat untuk melakukan kejahatan siber.
Beberapa kasus penipuan dan penyalahgunaan teknologi deepfake juga telah menjadi sorotan, termasuk kasus pemuda yang diduga melakukan pelecehan dengan menggunakan teknologi deepfake. Hal ini menunjukkan bahwa penyalahgunaan AI untuk membuat konten deepfake semakin meningkat.
Nezar Patria, Wamenkomdigi, juga telah mengingatkan masyarakat tentang bahaya konten deepfake yang semakin marak. Ia menekankan bahwa banyak orang bahkan para ahli terkadang dapat tertipu dengan video atau foto yang dihasilkan oleh teknologi AI karena sangat mirip dengan yang asli.
Dengan intensitas masalah konten deepfake yang semakin tinggi, Komdigi terus memantau dan menindak kasus deepfake dengan memanfaatkan aturan yang ada. Hal ini menjadi perhatian serius dalam upaya melawan penyalahgunaan teknologi AI dalam membuat konten yang merugikan.