Raja Ampat, salah satu destinasi wisata yang terkenal di Indonesia, memiliki potensi ekonomi yang besar dari sektor pariwisata. Sebuah studi dari Konservasi Indonesia mengungkap bahwa jika wilayah ini ditambang, potensi ekonomi yang hilang dapat mencapai US$52,5 juta atau sekitar Rp854 miliar. Senior Ocean Program Advisor Konservasi Indonesia, Victor Nikijuluw, menekankan pentingnya pariwisata berkelanjutan sebagai cara untuk menjaga alam dan mendukung pertumbuhan ekonomi lokal.
Menurut Victor, Raja Ampat mampu menampung hingga 21.000 wisatawan per tahun tanpa merusak lingkungan, seperti yang terungkap dalam studi pada 2017. Setiap wisatawan asing yang menghabiskan sekitar US$1.000 selama satu pekan kunjungan di Raja Ampat dapat berkontribusi besar terhadap ekonomi lokal. Dengan total 21.000 wisatawan per tahun, potensi ekonomi dari pariwisata berkelanjutan bisa mencapai US$21 juta, ditambah dengan trickle down dan multiplier effects yang bisa meningkatkan angka tersebut menjadi US$31,5 juta.
Namun, aktivitas tambang di Raja Ampat dapat merusak lingkungan dan menghilangkan potensi ekonomi yang berkelanjutan. Konservasi Indonesia memperingatkan bahwa kerusakan ekosistem bawah laut Raja Ampat dapat berdampak luas, termasuk pada masyarakat di wilayah sekitar. Selain itu, pencemaran perairan juga dapat memengaruhi migrasi spesies laut yang penting bagi ekosistem ini.
Dalam konteks ini, penarikan Izin Usaha Pertambangan (IUP) empat perusahaan yang beroperasi di Raja Ampat dianggap sebagai langkah yang tepat. Konservasi Indonesia menekankan bahwa kekayaan hayati dan keunikan ekosistem Raja Ampat tidak dapat tergantikan oleh wilayah manapun di dunia. Keputusan ini juga menjadi contoh bahwa pembangunan dan perlindungan alam bisa berjalan seiring, mendukung visi pembangunan berkelanjutan. Dengan demikian, menjaga kelestarian Raja Ampat adalah investasi jangka panjang yang akan memberikan manfaat ekonomi dan lingkungan yang berkelanjutan.