Pada tanggal 19 Juli 2025, Kantor Komunikasi Presiden (PCO) menegaskan bahwa misi diplomasi Presiden Prabowo Subianto ke berbagai negara telah menghasilkan berbagai hasil positif. Ini termasuk penandatanganan nota kesepahaman (MoU) dan komitmen investasi yang signifikan dari beberapa negara mitra.
Philips J. Vermonte, Pakar Senior di PCO, mengungkapkan bahwa dalam kurun waktu kurang dari setahun sejak Presiden Prabowo menjabat, tidak kurang dari 71 MoU dengan 13 negara telah terjamin, bersamaan dengan komitmen investasi senilai hampir 800 triliun rupiah dari empat negara. “Ini tentang membuka akses ke pasar yang mungkin tidak secara tradisional menjadi target dari diplomasi ekonomi Indonesia,” kata Philips dalam diskusi publik yang bertajuk “Buah Diplomasi Presiden Prabowo di Panggung Global”, yang diselenggarakan pada Sabtu (19 Juli 2025).
Acara tersebut diselenggarakan oleh Dewan Pusat Gerakan Milenial Pecinta Tanah Air (GEMPITA) di Retro Café, Beltway Office Park di Jakarta. Selama paparannya, Philips menyebut keanggotaan Indonesia dalam organisasi internasional BRICS sebagai contoh strategi ekspansi pasar yang konkret. Dia mencatat bahwa keputusan untuk bergabung dengan BRICS adalah langkah strategis di tengah ketidakpastian global yang semakin meningkat, yang telah menyempitkan ruang bagi diplomasi internasional dan keterlibatan ekonomi.
Philips juga menepis klaim bahwa akses Indonesia ke BRICS mencerminkan sikap anti-Barat atau anti-Amerika. “Itu tidak benar,” ujarnya, menjelaskan bahwa BRICS melibatkan tiga ekonomi besar yang menjadi pusat hubungan ekonomi dan diplomasi global: Rusia, China, dan India. Dia menegaskan kembali sikap Indonesia yang konsisten sebagai negara yang tidak berpihak. “Sangatlah wajar bagi kita untuk terlibat dalam forum-forum multilateral di mana kita dapat meningkatkan hubungan kami dengan kekuatan global utama—yang mana tidak bisa diabaikan dalam lanskap geopolitik saat ini.”
Dia juga menunjukkan pencapaian diplomatik nyata, termasuk penurunan signifikan dalam tarif impor Amerika Serikat terhadap barang-barang Indonesia—dari 32% menjadi 19%. “Fakta bahwa Presiden Prabowo dapat menyelesaikan kesepakatan dengan Presiden Trump setelah proses negosiasi yang ketat menunjukkan bahwa keanggotaan kami di BRICS bukanlah ancaman bagi Amerika Serikat,” tegasnya.
Meskipun demikian, dalam acara yang sama, Wakil Menteri Luar Negeri Arif Havas Oegroseno menyatakan bahwa Indonesia terus mendorong untuk penurunan lebih lanjut. “Kita masih memiliki dua minggu, dan diskusi masih berlangsung,” ujarnya.
Dia juga menyoroti fakta bahwa saat ini Indonesia memiliki tarif paling rendah di ASEAN, yaitu 19%. “Kita adalah yang terendah di antara negara-negara ASEAN—masih di 19%,” tegasnya.
Wakil Menteri Havas mendesak masyarakat untuk tidak terlalu bereaksi atau menggebu-gebu mengenai isu tersebut. Dia mengingatkan pendengarnya bahwa keputusan dalam diplomasi perdagangan didorong oleh kepentingan nasional, bukan emosi. “Kebijakan luar negeri tidak didorong oleh iri hati atau kebencian. Ini tentang kepentingan nasional. Tolong, lihat data sebelum membuat kesimpulan. Jangan terjebak oleh asumsi,” demikian penutupannya.


