Hasil riset Indonesia Indicator (I2) mengungkap bahwa calon wakil presiden (cawapres) nomor urut 2 Gibran Rakabuming Raka dan cawapres nomor urut 3 Mahfud Md mendominasi dalam debat cawapres di JCC Senayan, Jakarta, Jumat (22/12) malam.
Dalam siaran pers di Jakarta, Sabtu, Direktur Komunikasi Indonesia Indicator Rustika Herlambang mengatakan bahwa Gibran mendapatkan ekspos dan “engagement” terbesar dari perbincangan warganet. Ekspos Gibran mencapai 69.259 dengan “engagement” 2.425.615, sedangkan Mahfud meraih ekspos sebesar 53.479 post dengan “engagement” 1.023.434 dan Muhaimin sekitar 46.573 post dengan 1.306.364 “engagement”.
Meskipun Gibran mendapatkan “emotion trust” yang cukup besar, namun ia juga mendapat “emotion disgust” paling besar di antara cawapres lainnya sekitar 15 persen. Sementara itu, Mahfud memiliki tingkat perbincangan positif tertinggi sekitar 65 persen, dan “emotion trust” yang besar hingga mencapai 65 persen, tertinggi di antara cawapres lainnya. Penampilan Mahfud dinilai sebagai hasil dari pengalaman dengan ketenangan dalam setiap jawaban.
Muhaimin, di sisi lain, mendapatkan sentimen yang relatif berimbang antara positif, negatif, dan netral. Emosi yang paling dominan dalam perbincangan Muhaimin adalah “trust” sekitar 35 persen, diikuti emosi “anticipation” sekitar 20 persen.
Warganet milenial (22-40 tahun) dan generasi X (41-55 tahun) lebih banyak memberikan respons dalam percakapan. Netizen laki-laki juga memberi kontribusi lebih besar daripada netizen perempuan.
Berdasarkan peta jejaring perbincangan netizen di Twitter/X, kelompok netizen netral menguasai perbincangan sekitar 34,11 persen, dengan sorotan terbanyak mengarah kepada Gibran yang dianggap menguasai tema debat. Netizen juga memberikan julukan Gibran sebagai ‘El-Sulfat’, Muhaimin sebagai ‘El-Slepet’, dan Mahfud dianggap sebagai sosok senior yang sopan dan menghargai lawan.
Indonesia Indicator merupakan perusahaan intelijen media yang memanfaatkan teknologi kecerdasan buatan atau Artificial Intelligent (AI). Data yang dihimpun berasal dari perbincangan netizen di lima platform media sosial (Twitter, Facebook, Instagram, Tiktok, Youtube) dan dianalisis secara realtime dengan menggunakan sistem “Intelligence Socio Analytics” (ISA) dan “Social Network Analytics” (SNA).