Indonesia berlimpah dengan sumber daya alam dan sumber daya manusia, tetapi sebagian besar penduduk masih hidup dalam kemiskinan. Prabowo Subianto menyebut kondisi ini sebagai paradoks Indonesia. Untuk membandingkan pencapaian ekonomi Indonesia, Prabowo mengungkapkan bahwa pertumbuhan ekonomi Tiongkok selama 30 tahun terakhir jauh melampaui Indonesia. Tiongkok menerapkan prinsip state capitalism, di mana seluruh cabang produksi penting dan sumber daya alam dikuasai oleh negara melalui BUMN. Di sisi lain, Indonesia cenderung menyerahkan pengelolaan ekonomi kepada mekanisme pasar, sehingga tidak menjalankan Pasal 33 UUD 1945 dengan sungguh-sungguh.
Prabowo juga mengkritik sistem ekonomi Indonesia yang didominasi oleh oligarki, di mana segelintir orang super kaya menguasai kekayaan negara. Keputusan politik juga berperan penting dalam menentukan kemiskinan atau kemakmuran masyarakat. Prabowo menyatakan bahwa Indonesia memiliki potensi untuk menjadi negara yang makmur dan sejahtera, namun diperlukan kearifan dalam pengelolaan kekayaan negara dan kebijakan politik yang tepat.
Prabowo menegaskan bahwa penting bagi Indonesia untuk mencapai pertumbuhan ekonomi dua digit agar dapat keluar dari perangkap negara menengah. Pertumbuhan ekonomi di bawah angka 10% dianggap akan sulit untuk membawa Indonesia keluar dari kondisi middle income trap. Prabowo mengajak semua pihak untuk menyadari pentingnya pertumbuhan ekonomi yang tinggi agar Indonesia dapat menjadi negara yang maju dan bersaing dengan negara-negara lain.