Pengamat kebijakan publik Universitas Padjadjaran Asep Sumaryana berpendapat kebijakan tugas kedinasan dari kantor (work from office/WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home/WFH) bagi aparatur sipil negara (ASN) pada Selasa (16/4) dan Rabu (17/4) dapat mengurangi tumpukan kendaraan arus balik.
“Dengan pemberlakuan seperti itu, tumpukan arus balik dapat dikurangi karena tidak harus mengejar waktu agar bisa kerja bagi ASN yang tidak berhubungan langsung dengan pelayanan publik,” kata Asep saat dihubungi ANTARA dari Jakarta, Sabtu.
Asep lantas mengatakan bahwa kebijakan WFO dan WFH bagi ASN tersebut diberlakukan dengan mempertimbangkan tingkat fluktuasi arus balik lebaran tahun ini, hingga ASN di beberapa bagian yang dapat bekerja tidak dari kantor pada waktunya.
Walaupun demikian, ia mengingatkan pemerintah untuk mempertimbangkan sejumlah hal, misalnya pasangan suami-istri ASN yang berbeda bagian, sehingga salah satunya harus WFO, sedangkan yang lain WFH.
“Hanya saja tidak sedikit yang pasangannya berada dalam dua posisi yang berbeda. Bisa suaminya harus melayani publik, dan istrinya sebagai ASN yang back office,” ujarnya.
Lebih lanjut, ia mengingatkan pemerintah untuk mempertimbangkan ASN yang memiliki anak dan harus masuk sekolah pada waktu yang telah ditentukan.
“Artinya, kombinasi seperti itu perlu dipertimbangkan agar tidak dipahami secara berbeda dan menimbulkan persoalan baru di lapangan,” ujarnya.
Selain itu, ia mengatakan bahwa pemerintah perlu memastikan kontrol yang tepat terhadap ASN yang mendapatkan kesempatan WFH selama masa arus balik tersebut.
“Kontrol menjadi penting agar produknya dapat dikomunikasikan untuk bisa dilaksanakan secara tepat guna. Hal ini fungsi pimpinan menjadi penting agar tidak sebatas gugur kewajiban, padahal produk kerjanya kurang bermanfaat,” katanya.
Oleh sebab itu, ia mengatakan bahwa kejelian pemerintah diperlukan untuk mengkaji penerapan WFO dan WFH bagi ASN tersebut, sehingga seluruh ASN dapat bekerja dengan nyaman dan tetap semangat dalam mengabdi kepada bangsa dan negara.
Sebelumnya, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Abdullah Azwar Anas mengatakan bahwa pengaturan WFH dan WFO diterapkan secara ketat dengan tetap mengutamakan kinerja organisasi dan kualitas pelayanan publik.
Ia menyebut kebijakan tersebut sesuai arahan Presiden Joko Widodo, yakni instansi yang berkaitan langsung dengan pelayanan publik tidak dilakukan WFH alias tetap WFO 100 persen.
Adapun untuk instansi pemerintah yang berkaitan dengan administrasi pemerintahan dan layanan dukungan pimpinan, WFH bisa dijalankan maksimal/paling banyak 50 persen dari jumlah pegawai, yang teknisnya diatur instansi pemerintah masing-masing.
Aturan itu tertuang dalam Surat Edaran Menteri PANRB Nomor 1 Tahun 2024 yang ditujukan kepada pejabat pembina kepegawaian di seluruh instansi pemerintah.
Dia mencontohkan instansi yang langsung berkaitan dengan masyarakat tetap WFO 100 persen, seperti bagian kesehatan, keamanan dan ketertiban, penanganan bencana, energi, logistik, pos, transportasi dan distribusi, obyek vital nasional, proyek strategis nasional, konstruksi, dan utilitas dasar.
Kemudian, instansi yang terkait layanan pemerintahan dan dukungan pimpinan yang bisa menerapkan WFH maksimal/paling banyak 50 persen, di antaranya adalah bagian kesekretariatan, keprotokolan, perumusan kebijakan, penelitian, analisis, dan sebagainya.
Pewarta: Rio Feisal
Editor: Laode Masrafi
Copyright © ANTARA 2024