Sejumlah peneliti dan periset Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengeluarkan pendapat terkait rencana efisiensi anggaran lembaga tersebut, termasuk pemotongan dana riset. Dalam sebuah pernyataan, para peneliti BRIN menekankan pentingnya mengembalikan marwah BRIN sebagai lembaga yang mendukung ilmu pengetahuan di Indonesia. Mereka menyoroti bahwa BRIN seharusnya berfungsi sebagai think tank pemerintah. Para periset menegaskan bahwa BRIN memiliki tiga fungsi utama, yaitu science for science, science for stakeholder, dan science for society.
Namun demikian, para peneliti menilai bahwa infrastruktur dan ekosistem riset di BRIN masih belum memadai. Mereka mengungkapkan bahwa akses ke referensi terbaru dan kegiatan riset masih sangat terbatas, termasuk kendala dalam memperoleh data empiris dan biaya untuk penelitian luar negeri. Selain itu, peneliti juga mempertanyakan kebijakan yang belum memperhatikan kesejahteraan dan kenyamanan peneliti.
Kepala BRIN, Laksana Tri Handoko, menyatakan bahwa sumber anggaran terbesar BRIN berasal dari operasional dan anggaran tersebut mengalami efisiensi. Para peneliti juga merasa bahwa BRIN terlalu fokus pada publikasi internasional yang kurang diakses oleh masyarakat akademik dan stakeholder dalam negeri. Mereka menyoroti kurangnya dukungan pendanaan untuk publikasi internasional dan pembinaan peneliti daerah.
Selain itu, para peneliti juga menilai bahwa kebijakan penghematan APBN 2025 dengan memangkas belanja di kementerian/lembaga dapat berdampak negatif terhadap riset di BRIN. Mereka menyoroti bahwa pemangkasan anggaran tanpa mendukung infrastruktur riset dan kesejahteraan peneliti dapat menghambat kemajuan riset di Indonesia. hal ini dianggap bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 dan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM.