Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mencatat bahwa tahun 2024 mengalami anomali suhu sebesar 1,55 derajat Celcius, melebihi batas yang ditetapkan dalam Paris Agreement sebesar 1,5 derajat Celcius. Dalam webinar bertajuk Refleksi Banjir Jabodetabek: Strategi Tata Ruang dan Mitigasi Cuaca Ekstrem, Kepala BMKG, Dwikorita, menyampaikan bahwa peningkatan suhu udara secara global dan nasional terus terjadi. Kesepakatan Paris menetapkan batas pemanasan global hingga 1,5 derajat Celsius di atas tingkat pra-industri untuk menghindari dampak terburuk krisis iklim.
Dwikorita juga menyoroti bahwa dari tahun 1900 hingga 1980, peningkatan suhu cenderung landai namun mulai meningkat cepat setelah tahun 1980. Peningkatan suhu yang pesat ini dapat mengakibatkan dampak ekstrem seperti risiko kekeringan dan banjir di berbagai wilayah dunia, termasuk Indonesia. Dwikorita juga menunjukkan bahwa peningkatan suhu memengaruhi curah hujan ekstrim dengan intensitas, frekuensi, dan durasi yang meningkat, terkait dengan kenaikan gas rumah kaca.
Peningkatan suhu udara di masa depan dapat mempercepat siklus hidrologi dan mempengaruhi pola cuaca ekstrem seperti basah yang lebih basah dan kering yang lebih kering. Hal ini menekankan pentingnya pengelolaan lingkungan yang baik untuk mengurangi potensi dampak buruk dari perubahan iklim.