Keraton Yogyakarta, pusat budaya Jawa yang kaya tradisi, menjadi rumah bagi Abdi Dalem yang menjalankan tugas kerajaan dengan penuh pengabdian. Mereka tidak hanya sebagai pelaksana administratif, tetapi juga abdi budaya yang menjunjung nilai-nilai luhur Jawa dalam kehidupan sehari-hari. Dengan gaya hidup yang mencerminkan etika Jawa, Abdi Dalem menggunakan Bahasa Bagongan yang egaliter, tanpa membedakan derajat dan jabatan.
Dalam Keraton Yogyakarta, Abdi Dalem terbagi menjadi dua kelompok utama, yaitu Punakawan dan Keprajan. Mereka berasal dari berbagai latar belakang mulai dari masyarakat umum hingga kalangan TNI, Polri, atau PNS yang telah pensiun. Proses pengangkatan Abdi Dalem terjadi setelah menjalani masa magang selama dua tahun dan kemudian naik pangkat sesuai dengan jenjang kepangkatan yang tertata sistematis.
Meskipun honorarium yang diterima relatif kecil, Abdi Dalem tidak melihat materi sebagai motivasi utama. Mereka lebih memperhatikan ketenteraman batin, harapan akan berkah dari Sultan, dan rasa syukur dalam pengabdian mereka. Seiring perkembangan zaman, banyak Abdi Dalem yang memiliki latar belakang pendidikan tinggi dan keahlian modern di berbagai bidang seperti seni dan komputer.
Abdi Dalem di Keraton Yogyakarta menjalankan tugas mereka dengan mengikuti Credo Watak Satriya yang ditetapkan oleh Sultan Hamengku Buwono I. Nilai-nilai tersebut menuntun mereka dalam menjaga martabat dan budaya Jawa, serta menjadi tiang penyangga eksistensi Keraton Yogyakarta sebagai simbol budaya dan warisan sejarah bangsa. Dalam era perubahan yang cepat, peran Abdi Dalem tetap tak tergantikan dalam menyebarluaskan dan mempertahankan tradisi dan budaya Jawa.